1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikTimur Tengah

Iran dan Israel: Eskalasi Perang Bayangan

Shabnam von Hein
14 April 2024

Iran dan Israel berubah dari sekutu menjadi musuh, terutama setelah Revolusi Islam. Setelah serangan Israel ke kompleks konsulat Iran di Suriah, Iran sekarang balas menyerang dengan drone dan rudal langsung ke Israel.

https://p.dw.com/p/4ejnF
Ayatollah Ali Khamenei hadiri upacara untuk menghormati mereka yang tewas dalam serangan Damaskus di Suriah
Ayatollah Ali Khamenei menghadiri upacara untuk menghormati mereka yang tewas dalam serangan DamaskusFoto: Iranian Supreme leader's Office/dpa/picture alliance

Pada 13 April 2024, Iran meluncurkan drone dan rudal ke Israel. Inilah pertama kalinya Iran melakukan serangan langsung ke wilayah Israel. Teheran mengatakan hal ini dilakukan karena pihaknya merespons sebuah serangan udara terhadap kompleks kedutaannya di Damaskus, Suriah, awal bulan ini, yang menewaskan petinggi Garda Revolusi Iran.

Sejak Israel melancarkan serangan besar-besaran terhadap Hamas di Jalur Gaza untuk membalas serangan teroris Hamas pada 7 Oktober lalu, Israel juga meningkatkan serangan terhadap proksi Iran di Lebanon dan Suriah.

Salah satu serangan yang dilakukan ke kompleks kedutaan Iran di Damaskus menewaskan sejumlah orang, termasuk tujuh pejabat tinggi Garda Revolusi. Pemerintahan di Teheran saat itu sudah mengatakan akan melakukan serangan balasan, tanpa memberikan rincian waktu maupun jenis serangan balasannya.

Iran dan Israel telah bermusuhan selama beberapa dekade terakhir. Iran mengatakan ingin menghapus Israel dari peta dan mengancam akan memusnahkannya. Israel, di sisi lain, menganggap Iran sebagai musuh terbesarnya. Tapi kedua negara tidak selamanya bermusuhan.

Kapan Iran dan Israel menjadi sekutu?

Faktanya, Israel dan Iran adalah sekutu hingga Revolusi Islam Iran tahun 1979. Iran adalah salah satu negara pertama yang mengakui Israel setelah didirikan pada tahun 1948. Israel menganggap Iran sebagai sekutu melawan negara-negara Arab. Sementara  Iran menyambut Israel yang didukung AS sebagai penyeimbang terhadap pengaruh negara-negara Arab di kawasan itu.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Saat itu, Israel sempat melatih para ahli pertanian Iran, memberikan pengetahuan teknis dan membantu membangun dan melatih angkatan bersenjatanya. Iran membayar Israel dengan minyak, karena perekonomian Israel yang sedang berkembang membutuhkan bahan bakar.

Tidak hanya itu, Iran pernah menjadi rumah bagi komunitas Yahudi terbesar kedua di luar Israel. Namun setelah Revolusi Islam, banyak orang Yahudi meninggalkan negara tersebut. Saat ini, masih ada lebih dari 20.000 orang Yahudi tinggal di Iran.

Kapan hubungan Israel-Iran berubah?

Setelah Revolusi Islam Iran membawa Ayatollah Rohullah Khomeini dan kelompok revolusioner agama ke kursi kekuasaan, Republik Islam Iran membatalkan semua perjanjian sebelumnya dengan Israel.

Khomeini mengarahkan kritik kerasnya kepada Israel atas pendudukannya di wilayah Palestina. Secara bertahap, Iran menerapkan retorika yang semakin keras terhadap Israel dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan dari negara-negara Arab di kawasan, atau setidaknya dari warga mereka. Rezim Iran memang sangat berambisi mengembangkan pengaruh regionalnya.

Ketika Israel mengirim pasukan ke selatan Lebanon pada tahun 1982 untuk campur tangan dalam perang saudara di negara itu, Khomeini mengirim Garda Revolusi Iran ke ibu kota Lebanon, Beirut, untuk mendukung milisi Syiah setempat. Milisi Hizbullah, yang tumbuh dari dukungan ini, saat ini dianggap mewakili kepentingan Iran di Lebanon.

Pemimpin Iran saat ini, Ayatollah Ali Khamenei, yang memegang keputusan akhir dalam segala hal, tetap bersikap antagonis terhadap Israel seperti para pendahulunya. Khamenei dan seluruh pemimpin Iran juga berulang kali mempertanyakan dan menyangkal holocaust.

Iran berubah sikap?

Tidak semua warga Iran mendukung permusuhan Iran terhadap Israel. "Iran harus mengkaji kembali hubungannya dengan Israel karena tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman,” kata Faezeh Hashemi Rafsanjani, yang merupakan putri mantan Presiden Iran Ali Akbar Hashemi Rafsanjani, dalam wawancara tahun 2021.

Faezeh Hashemi Rafsanjani, yang pernah menduduki kursi di parlemen Iran, mengatakan meski muslim Uighur tertindas di Cina dan muslim Chechnya di Rusia, namun "Iran memiliki hubungan dekat" dengan keduanya.

Ilmuwan politik terkemuka Sadegh Zibakalam, yang mengajar di Universitas Teheran, telah berulang kali mengkritik kebijakan Iran terhadap Israel. "Sikap tersebut telah mengisolasi negara ini di kancah internasional,” kata Zibakalam dalam wawancara tahun 2022 dengan DW.

Namun, kaum loyalis Republik Islam mendukung sikap bermusuhan terhadap Israel dan ingin melihat Iran melawan negara-negara adidaya.

Beberapa pendukung rezim Iran dan anggota "Poros Perlawanan” merasa kesal dengan keengganan Iran untuk menyerang Israel dalam konteks perang Gaza, kata analis Ali Fathollah-Nejad. Direktur lembaga pemikir Center for Middle East and Global Order yang bermarkas di Berlin itu menjelaskan bahwa rasa frustrasi semakin meningkat karena "kurangnya kredibilitas Iran sebagai pendukung utama perjuangan Palestina dan keengganannya untuk menghadapi Israel secara langsung."

Tanggal 13 April, Garda Revolusi Iran mengatakan mereka telah menembakkan drone dan rudal ke sasaran di Israel. Militer Israel mengatakan mereka dan sekutunya berhasil mencegat dan menghancurkan banyak proyektil tersebut sebelum mencapai perbatasan Israel. (ap/yp/hp)

Artikel ini diterjemahkan dari bahasa Jerman dan telah diperbarui pada 14 April, setelah serangan Iran terhadap Israel.